Rabu, 13 November 2013

Konsepsi SPI tentang Pertanian Berkelanjutan berbasis keluarga petani

      


Pertanian berkelanjutan ialah suatu cara bertani yang mengintegrasikan secara komprehensif aspek lingkungan hingga sosial ekonomi masyarakat pertanian. Suatu mekanisme bertani yang dapat memenuhi kriteria (1) keuntungan ekonomi; (2) keuntungan sosial bagi keluarga tani dan masyarakat; dan (3) konservasi lingkungan secara berkelanjutan. Dalam pelaksanaannya pertanian berkelanjutan identik dengan pertanian organik.
Pertanian berkelanjutan bertujuan untuk memutus ketergantungan petani terhadap input eksternal dan penguasa pasar yang mendominasi sumber daya agraria. Pertanian berkelanjutan merupakan tahapan penting dalam menata ulang struktur agraria dan membangun sistem ekonomi pertanian yang sinergis antara produksi dan distribusi dalam kerangka pembaruan agraria.
Pelaksanaan pertanian berkelanjutan bersumber dari tradisi pertanian keluarga yang menghargai, menjamin dan melindungi keberlanjutan alam untuk mewujudkan kembali budaya pertanian sebagai kehidupan. Oleh karena itu, SPI mengistilahkannya sebagai “Pertanian berkelanjutan berbasis keluarga petani”, untuk membedakannya dengan konsep pertanian organik berhaluan agribisnis. Pertanian berkelanjutan merupakan tulang punggung bagi terwujudnya kedaulatan pangan.
Sumber :



Fajar Dwi (12720)
Read More




PERTANIAN BERKELANJUTAN DI DAERAH DESA NGARGOMULYO, KECAMATAN DUKUN, KABUPATEN MAGELANG

             

Desa Ngargomulyo merupakan sebuah dusun yang terletak di kawasan lereng gunung Merapi, berada di sisi selatan kecamatan Dukun, Magelang. Mayoritas penduduk desa bekerja pada sektor pertanian. Secara kondisi kewilayahan desa Ngargomulyo merupakan ekowisata yang indah dengan panorama gunung merapi yang indah.
Kondisi tanah lahan pertanian di desa Ngargomulyo dapat dikatakan subur dan kaya akan unsur hara, terlebih lagi setelah peristiwa letusan gunung Merapi. Sistem pengairan ke lahan pertanian masih menggunakan cara konvensional/tradisional, yaitu dengan menggunakan parit-parit yang dibuat di sepanjang lahan pertanian. Pasokan air berasal dari sungai-sungai di dekat areal persawahan. Dengan kondisi tanah dan air yang mencukupi membuat pertanian di desa ini menjadi berkembang. Sistem pertanian di desa Ngargomulyo termasuk dalam sistem pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture). Dikatakan demikian karena sistem pertaniannya sudah mengacu pada kriteria yang dikemukakan oleh Van der Heide.
Yang pertama, sistem pertanian di desa Ngargomulyo sudah dapat mempertahankan sumber alam sebagai penunjang produksi tanaman untuk  jangka panjang. Upaya untuk mengontrol erosi dan memperbaiki struktur tanah sudah dilakukan. Petani memberi pupuk pada lahan pertanian guna mempertahan kesuburan tanah. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk buatan (urea), pupuk kandang yang berasal dari kotoran hewan ternak seperti sapi dan kambing, dan pupuk kompos yang berasal dari dedaunan. Selain itu, petani juga mengusahakan diversifikasi tanaman di lahannya dengan menanam berbagai macam tanaman pada lahan pertaniannya. Sistem penanaman pada lahan pertanian menggunakan sistem monoculture dan multiple cropping. Perlu diketahui bahwa sebagian besar petani di desa Ngargomulyo ini memiliki lebih dari satu lahan/petak sawah, sehingga memungkinkan petani menggunakan dua macam sistem penanaman. Pertanian dengan sistem monoculture yaitu dimana dalam satu lahan hanya ditanami satu jenis tanaman, misalnya satu lahan ditanami padi, satu  lahan ditanami jagung, dan sebagainya. Sedangkan pertanian dengan sistem multiple cropping yaitu dimana dalam satu bedengan terdapat dua atau lebih jenis tanaman, misalnya tanaman cabai rawit dengan tomat, terong dengan sawi, dan sebagainya.


gb. Multiple Cropping

          
Yang kedua, sistem pertanian di desa Ngargomulyo sudah dapat mempertahankan produktivitas lahan dengan tenaga kerja yang cukup. Hal ini dapat diketahui pada keberhasilan para petani dalam swasembada penyediaan pangan, kayu bakar dan hasil sampingan lainnya. Dalam hal ketenagakerjaan, pemilik lahan pertanian pada umumnya melibatkan seluruh anggota keluarganya untuk mengelola sawah. Bahan pangan yang sering dihasilkan oleh petani di desa Ngargomulyo yaitu bahan pangan pokok (termasuk palawija), sayuran dan buah. Bahan pangan pokok yang dihasilkan meliputi beras putih, beras merah, beras ketan, jagung, singkong, kentang, ubi. Sedangkan sayuran dan buah yang dihasilkan meliputi sawi, kubis, kacang panjang, labu siam, petai, cabai, tomat, wortel, seledri, daun bawang, terong, buncis, kapri, kedelai dan sebagainya. Selain mampu menyediakan bahan pangan, produk sampingan lain yang dihasilkan dari lahan pertanian yaitu kayu bakar yang berasal dari ranting-ranting pohon. Di areal persawahan milik para petani ditemukan beberapa pohon besar (pohon tahunan). Hal ini dimaksudkan agar pohon tersebut membantu dalam penyerapan air. Misalnya pohon kopi, nangka, kelapa, dan sebagainya. Hasil sampingan lainnya yaitu rumput-rumput yang tumbuh di sekitar areal persawahan dimanfaatkan untuk pakan ternak. Dengan menggunakan dua macam sistem penanaman dengan berbagai macam jenis tanaman yang ditanam membuat produktivitas lahan pertanian menjadi tinggi dan beragam. Maksudnya dalam satu tahun, panen hasil pertanian tidak hanya terjadi sekali namun bisa berkali-kali. Sehingga lahan pertanian tidak kosong dan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Yang ketiga, sistem pertanian di desa Ngargomulyo dapat mengatasi risiko gagal panen akibat musim yang kurang cocok, hama, penyakit, gulma dan turunnya harga pasaran. Hal yang dilakukan oleh para petani untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu dengan mempertahankan diversifikasi (kenakeragaman) tanaman dan mampu bertahan bila mengalami kegagalan dalam produksi. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa para petani menggunakan sistem multiple cropping sehingga tanaman  yang ditanam beragam. Dengan berbekal pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh para petani, mereka tahu tanaman mana yang cocok ditanam pada musim kemarau atau pun pada musim penghujan. Untuk mengatasi munculnya hama digunakan pestisida. Sayangnya pestisida yang digunakan belum alami, masih menggunakan bahan-bahan kimia. Penyakit pada tanaman biasanya disebabkan oleh adanya mikroba, seperti jamur, bakteri, virus. Cara yang dilakukan untuk mengatasi muncul dan menyebarnya penyakit pada tanaman yaitu dengan memperbaiki pola penanaman dengan memperhatikan jarak tanam, pergiliran tanam, waktu tanam, memperbaiki cara bercocok tanam, pemupukan berimbang, dan sebagianya. Para petani juga memanfaatkan gulma yang ada untuk pakan ternak. Dengan demikian risiko gagal panen dapat diminimalisir. Turunnya harga hasil pertanian di pasaran ditentukan oleh ketersediaan bahan pangan di pasaran meningkat sedangkan jumlah permintaan sedikit. Hal ini diakibatkan karena banyaknya para petani yang menanam tanaman dengan jenis yang sama dan mempunyai waktu panen yang sama pula. Selain itu kualitas bahan pangan yang dihasilkan juga mempengaruhi harga pasaran.
Yang keempat, sistem pertanian di desa Ngargomulyo dapat menyediakan dan memberikan peluang untuk perbaikan dan pengembangan. Hal tersebut diketahui melalui penelitian pada tingkat petani untuk mendapatkan teknologi yang dibutuhkan dan paket teknologi yang cocok untuk berbagai kondisi.


http://antonmhb.lecture.ub.ac.id/2012/06/mengenal-berbagai-penyakit-pada-padi/
Heni Meyranti (12665)

Read More




KP4 UGM Mendulang emas cair di Desa binaan bersama Mahasiswa KKN PPM



       Kebun Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan Pertanian (KP4) UGM bersama 22 mahasiswa KKN PPM UGM melakukan pendampingan program pada kelompok tani di Desa Pudak Wetan, Kecamatan Pudak, Ponorogo, Jawa Timur, selama 2 bulan, pada periode Juli-Agustus 2013. Program yang diusung adalah Teknologi HQFS (High Quality Feed Suplement- Pakan tambahan berkualitas tinggi) Sebagai Solusi Permasalahan Rendahnya Kinerja Reproduksi dan Produksi Susu Sapi Perah serta Teknologi Pengolahan Limbah Kotoran di Koperasi Susu Sumber Rejeki.
       Kepala KP4 UGM, Dr. Cahyono Agus, menyampaikan bahwa KP4 UGM sebagai unit penunjang Universitas memanfaatkan kegiatan KKN PPM sebagai bagian mekanisme transfer teknologi tepat guna yang dikembangkan agar dapat langsung diaplikasikan kepada masyarakat. Program ini didanai dari hibah IbM (Iptek bagi Masyarakat) yang berasal dari Ditjen Dikti Kemendikbud, yang dimenangkan oleh KP4 UGM.
      Salah satu program pendukung utama adalah pemanfaatan urine sapi menjadi pupuk cair organik, Penyuluhan dilakukan di tempat Bapak Lono dan dihadiri oleh 40 warga yang merupakan perwakilan masyarakat dari 4 dusun yang ada di Pudak Wetan. Masyarakat Pudak Wetan yang mayoritas mempunyai mata pencaharian sebagai petani dan peternak ruminansia besar sangat berpotensi untuk pembuatan pupuk cair. Feses yang ada sudah dimanfaatkan menjadi biogas akan tetapi urin belum termanfaatkan. Urin dengan pengolahan sederhana dapat diubah menjadi pupuk cair yang nilainya lebih tinggi.
     Pembuatan pupuk cair dipandu langsung oleh Prof. Dr. Ir. Ali Agus, DAA, DEA, Dekan Fakultas Peternakan UGM, menyatakan, “Urin yang selama ini dianggap limbah sebenarnya dapat dimanfaatkan menjadi pupuk cair yang kualitasnya dapat diandalkan untuk menggantikan pupuk kimia. Pupuk organik mempunyai kandungan unsur hara yang lebih lengkap daripada pupuk kimia”.
“Pembuatan pupuk cair dapat dilakukan dengan cara yang sederhana. Pupuk cair berbahan dasar urin ini merupakan teknologi yang mudah, murah dan bermanfaat bagi petani dan peternak”, lanjut beliau. Pupuk cair dibuat dengan bahan dasar urin, feses, starter, molasses dan air. Pupuk cair sebanyak 80 liter dibuat dari urin 40 liter dengan campuran sedikit feses, 2 buah nanas sebagai sumber bakteri, molasses 2 liter sebagai sumber makanan bakteri dan air 35 liter.
     Urin dan feses ditaruh di satu drum plastik sedangkan nanas, molasses dan air dicampur dalam drum yang berbeda. Kedua drum diperam selama 2 minggu dan diaduk setiap hari. Dua minggu kemudian baru dicampur, diperam 1 minggu dan pupuk cair siap digunakan.
Masyarakat terlihat antusias dengan adanya pembuatan pupuk cair ini. Katemin, salah satu peserta penyuluhan berharap dengan adanya pembuatan pupuk cair ini akan mengurangi limbah dan dapat mengurangi biaya untuk membeli pupuk kimia. ”Semoga dengan adanya pendampingan dari KKN PPM JTM 011 UGM pengolahan limbah ini dapat terus berkembang dan tidak behenti di tengah jalan”, pungkasnya. 

 gb. Hasil Fermentasi
Penjelasan lebih mendalam mengenai pupuk cair organik (khususnya dari kotoran kambing) dapat di lihat di : http://kimiaindah.wordpress.com/2011/02/24/pupuk-kompos-kotoran-kambing/

Sumber : http://kp4.ugm.ac.id/?p=193

Wismayanti G (12958)
Read More




Return to top of page
Powered By Blogger | Design by Genesis Awesome | Blogger Template by Lord HTML