Sabtu, 16 November 2013
Rabu, 13 November 2013
Konsepsi SPI tentang Pertanian Berkelanjutan berbasis keluarga petani
Pertanian berkelanjutan ialah
suatu cara bertani yang mengintegrasikan secara komprehensif aspek lingkungan
hingga sosial ekonomi masyarakat pertanian. Suatu mekanisme bertani yang dapat
memenuhi kriteria (1) keuntungan ekonomi; (2) keuntungan sosial bagi keluarga
tani dan masyarakat; dan (3) konservasi lingkungan secara berkelanjutan. Dalam
pelaksanaannya pertanian berkelanjutan identik dengan pertanian organik.
Pertanian berkelanjutan
bertujuan untuk memutus ketergantungan petani terhadap input eksternal dan
penguasa pasar yang mendominasi sumber daya agraria. Pertanian berkelanjutan
merupakan tahapan penting dalam menata ulang struktur agraria dan membangun
sistem ekonomi pertanian yang sinergis antara produksi dan distribusi dalam
kerangka pembaruan agraria.
Pelaksanaan pertanian
berkelanjutan bersumber dari tradisi pertanian keluarga yang menghargai,
menjamin dan melindungi keberlanjutan alam untuk mewujudkan kembali budaya
pertanian sebagai kehidupan. Oleh karena itu, SPI mengistilahkannya sebagai
“Pertanian berkelanjutan berbasis keluarga petani”, untuk membedakannya dengan
konsep pertanian organik berhaluan agribisnis. Pertanian berkelanjutan
merupakan tulang punggung bagi terwujudnya kedaulatan pangan.
Sumber :
Fajar Dwi (12720)
PERTANIAN BERKELANJUTAN DI DAERAH DESA NGARGOMULYO, KECAMATAN DUKUN, KABUPATEN MAGELANG
Desa Ngargomulyo merupakan sebuah
dusun yang terletak di kawasan lereng gunung Merapi, berada di sisi selatan
kecamatan Dukun, Magelang. Mayoritas penduduk desa bekerja pada sektor
pertanian. Secara kondisi kewilayahan desa Ngargomulyo merupakan ekowisata yang
indah dengan panorama gunung merapi yang indah.
Kondisi tanah lahan pertanian di
desa Ngargomulyo dapat dikatakan subur dan kaya akan unsur hara, terlebih lagi
setelah peristiwa letusan gunung Merapi. Sistem pengairan ke lahan pertanian
masih menggunakan cara konvensional/tradisional, yaitu dengan menggunakan
parit-parit yang dibuat di sepanjang lahan pertanian. Pasokan air berasal dari
sungai-sungai di dekat areal persawahan. Dengan kondisi tanah dan air yang
mencukupi membuat pertanian di desa ini menjadi berkembang. Sistem pertanian di
desa Ngargomulyo termasuk dalam sistem pertanian berkelanjutan (sustainable
agriculture). Dikatakan demikian karena sistem pertaniannya sudah mengacu pada
kriteria yang dikemukakan oleh Van der Heide.
Yang pertama, sistem pertanian di
desa Ngargomulyo sudah dapat mempertahankan sumber alam sebagai penunjang
produksi tanaman untuk jangka panjang. Upaya untuk mengontrol erosi dan
memperbaiki struktur tanah sudah dilakukan. Petani memberi pupuk pada lahan
pertanian guna mempertahan kesuburan tanah. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk
buatan (urea), pupuk kandang yang berasal dari kotoran hewan ternak seperti
sapi dan kambing, dan pupuk kompos yang berasal dari dedaunan. Selain itu,
petani juga mengusahakan diversifikasi tanaman di lahannya dengan menanam
berbagai macam tanaman pada lahan pertaniannya. Sistem penanaman pada lahan
pertanian menggunakan sistem monoculture dan multiple cropping. Perlu diketahui
bahwa sebagian besar petani di desa Ngargomulyo ini memiliki lebih dari satu
lahan/petak sawah, sehingga memungkinkan petani menggunakan dua macam sistem
penanaman. Pertanian dengan sistem monoculture yaitu dimana dalam satu lahan hanya
ditanami satu jenis tanaman, misalnya satu lahan ditanami padi, satu lahan ditanami jagung, dan sebagainya.
Sedangkan pertanian dengan sistem multiple cropping yaitu dimana dalam satu
bedengan terdapat dua atau lebih jenis tanaman, misalnya tanaman cabai rawit
dengan tomat, terong dengan sawi, dan sebagainya.
gb. Multiple Cropping
Yang kedua, sistem pertanian di desa
Ngargomulyo sudah dapat mempertahankan produktivitas lahan dengan tenaga kerja
yang cukup. Hal ini dapat diketahui pada keberhasilan para petani dalam swasembada
penyediaan pangan, kayu bakar dan hasil sampingan lainnya. Dalam hal
ketenagakerjaan, pemilik lahan pertanian pada umumnya melibatkan seluruh
anggota keluarganya untuk mengelola sawah. Bahan pangan yang sering dihasilkan
oleh petani di desa Ngargomulyo yaitu bahan pangan pokok (termasuk palawija),
sayuran dan buah. Bahan pangan pokok yang dihasilkan meliputi beras putih,
beras merah, beras ketan, jagung, singkong, kentang, ubi. Sedangkan sayuran dan
buah yang dihasilkan meliputi sawi, kubis, kacang panjang, labu siam, petai,
cabai, tomat, wortel, seledri, daun bawang, terong, buncis, kapri, kedelai dan
sebagainya. Selain mampu menyediakan bahan pangan, produk sampingan lain yang
dihasilkan dari lahan pertanian yaitu kayu bakar yang berasal dari ranting-ranting
pohon. Di areal persawahan milik para petani ditemukan beberapa pohon besar
(pohon tahunan). Hal ini dimaksudkan agar pohon tersebut membantu dalam
penyerapan air. Misalnya pohon kopi, nangka, kelapa, dan sebagainya. Hasil
sampingan lainnya yaitu rumput-rumput yang tumbuh di sekitar areal persawahan
dimanfaatkan untuk pakan ternak. Dengan menggunakan dua macam sistem penanaman
dengan berbagai macam jenis tanaman yang ditanam membuat produktivitas lahan
pertanian menjadi tinggi dan beragam. Maksudnya dalam satu tahun, panen hasil
pertanian tidak hanya terjadi sekali namun bisa berkali-kali. Sehingga lahan
pertanian tidak kosong dan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Yang ketiga, sistem pertanian di
desa Ngargomulyo dapat mengatasi risiko gagal panen akibat musim yang kurang
cocok, hama, penyakit, gulma dan turunnya harga pasaran. Hal yang dilakukan
oleh para petani untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu dengan
mempertahankan diversifikasi (kenakeragaman) tanaman dan mampu bertahan bila
mengalami kegagalan dalam produksi. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa
para petani menggunakan sistem multiple cropping sehingga tanaman yang ditanam beragam. Dengan berbekal
pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh para petani, mereka tahu tanaman
mana yang cocok ditanam pada musim kemarau atau pun pada musim penghujan. Untuk
mengatasi munculnya hama digunakan pestisida. Sayangnya pestisida yang
digunakan belum alami, masih menggunakan bahan-bahan kimia. Penyakit pada
tanaman biasanya disebabkan oleh adanya mikroba, seperti jamur, bakteri, virus.
Cara yang dilakukan untuk mengatasi muncul dan menyebarnya penyakit pada
tanaman yaitu dengan memperbaiki pola penanaman dengan memperhatikan jarak
tanam, pergiliran tanam, waktu tanam, memperbaiki cara bercocok tanam,
pemupukan berimbang, dan sebagianya. Para petani juga memanfaatkan gulma yang
ada untuk pakan ternak. Dengan demikian risiko gagal panen dapat diminimalisir.
Turunnya harga hasil pertanian di pasaran ditentukan oleh ketersediaan bahan
pangan di pasaran meningkat sedangkan jumlah permintaan sedikit. Hal ini
diakibatkan karena banyaknya para petani yang menanam tanaman dengan jenis yang
sama dan mempunyai waktu panen yang sama pula. Selain itu kualitas bahan pangan
yang dihasilkan juga mempengaruhi harga pasaran.
Yang keempat, sistem pertanian di
desa Ngargomulyo dapat menyediakan dan memberikan peluang untuk perbaikan dan
pengembangan. Hal tersebut diketahui melalui penelitian pada tingkat petani
untuk mendapatkan teknologi yang dibutuhkan dan paket teknologi yang cocok untuk berbagai kondisi.
Heni Meyranti (12665)
KP4 UGM Mendulang emas cair di Desa binaan bersama Mahasiswa KKN PPM
Kebun Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan
Pertanian (KP4) UGM bersama 22 mahasiswa KKN PPM UGM melakukan pendampingan
program pada kelompok tani di Desa Pudak Wetan, Kecamatan Pudak, Ponorogo, Jawa
Timur, selama 2 bulan, pada periode Juli-Agustus 2013. Program yang diusung
adalah Teknologi HQFS (High Quality Feed Suplement- Pakan tambahan berkualitas
tinggi) Sebagai Solusi Permasalahan Rendahnya Kinerja Reproduksi dan Produksi
Susu Sapi Perah serta Teknologi Pengolahan Limbah Kotoran di Koperasi Susu
Sumber Rejeki.
Kepala KP4 UGM, Dr. Cahyono Agus, menyampaikan bahwa
KP4 UGM sebagai unit penunjang Universitas memanfaatkan kegiatan KKN PPM
sebagai bagian mekanisme transfer teknologi tepat guna yang dikembangkan agar
dapat langsung diaplikasikan kepada masyarakat. Program ini didanai dari hibah
IbM (Iptek bagi Masyarakat) yang berasal dari Ditjen Dikti Kemendikbud, yang
dimenangkan oleh KP4 UGM.
Salah satu program pendukung utama adalah pemanfaatan
urine sapi menjadi pupuk cair organik, Penyuluhan dilakukan di tempat Bapak Lono
dan dihadiri oleh 40 warga yang merupakan perwakilan masyarakat dari 4 dusun
yang ada di Pudak Wetan. Masyarakat Pudak Wetan yang mayoritas mempunyai mata
pencaharian sebagai petani dan peternak ruminansia besar sangat berpotensi
untuk pembuatan pupuk cair. Feses yang ada sudah dimanfaatkan menjadi biogas
akan tetapi urin belum termanfaatkan. Urin dengan pengolahan sederhana dapat
diubah menjadi pupuk cair yang nilainya lebih tinggi.
Pembuatan pupuk cair dipandu langsung oleh Prof. Dr.
Ir. Ali Agus, DAA, DEA, Dekan Fakultas Peternakan UGM, menyatakan, “Urin yang
selama ini dianggap limbah sebenarnya dapat dimanfaatkan menjadi pupuk cair
yang kualitasnya dapat diandalkan untuk menggantikan pupuk kimia. Pupuk organik
mempunyai kandungan unsur hara yang lebih lengkap daripada pupuk kimia”.
“Pembuatan pupuk cair dapat dilakukan dengan cara yang
sederhana. Pupuk cair berbahan dasar urin ini merupakan teknologi yang mudah,
murah dan bermanfaat bagi petani dan peternak”, lanjut beliau. Pupuk cair
dibuat dengan bahan dasar urin, feses, starter, molasses dan air. Pupuk cair
sebanyak 80 liter dibuat dari urin 40 liter dengan campuran sedikit feses, 2
buah nanas sebagai sumber bakteri, molasses 2 liter sebagai sumber makanan
bakteri dan air 35 liter.
Urin dan feses ditaruh di satu drum plastik sedangkan
nanas, molasses dan air dicampur dalam drum yang berbeda. Kedua drum diperam
selama 2 minggu dan diaduk setiap hari. Dua minggu kemudian baru dicampur,
diperam 1 minggu dan pupuk cair siap digunakan.
Masyarakat terlihat antusias dengan adanya pembuatan pupuk cair ini. Katemin, salah satu peserta penyuluhan berharap dengan adanya pembuatan pupuk cair ini akan mengurangi limbah dan dapat mengurangi biaya untuk membeli pupuk kimia. ”Semoga dengan adanya pendampingan dari KKN PPM JTM 011 UGM pengolahan limbah ini dapat terus berkembang dan tidak behenti di tengah jalan”, pungkasnya.
Masyarakat terlihat antusias dengan adanya pembuatan pupuk cair ini. Katemin, salah satu peserta penyuluhan berharap dengan adanya pembuatan pupuk cair ini akan mengurangi limbah dan dapat mengurangi biaya untuk membeli pupuk kimia. ”Semoga dengan adanya pendampingan dari KKN PPM JTM 011 UGM pengolahan limbah ini dapat terus berkembang dan tidak behenti di tengah jalan”, pungkasnya.
gb. Hasil Fermentasi
Penjelasan lebih mendalam mengenai pupuk cair organik (khususnya dari kotoran kambing) dapat di lihat di : http://kimiaindah.wordpress.com/2011/02/24/pupuk-kompos-kotoran-kambing/
Langganan:
Postingan (Atom)